UT | Pendidikan Agama Islam | MINGGU 7

PERHATIAN!!!
Postingan ini dibuat untuk teman-teman yang masih lupa pada pelajaran sebelumnya karena forum diskusi telah ditutup. Saya menyimpan jawaban pada setiap diskusinya. Dan ini adalah jawaban saya. Semoga bermanfaat.
INISIASI 7

Kontribusi yang diberikan oleh agama khususnya Islam dalam kehidupan politik cukup banyak. Dalam modul ini khususnya pada bagian Kegiatan Belajar 1 seperti telah dijelaskan di atas mencoba memberi gambaran tentang hal tersebut hanya dari dua sisi saja, itu pun keduanya bersifat normatif. Yaitu tentang prinsip-prinsip kekuasaan politik yang diajarkan oleh Islam dan kriteria pemegang kekuasaan politik yang diajarkan oleh Islam.
Pada bagian pertama, Islam secara lebih khusus Al-quran mengajarkan bahwa kehidupan politik harus dilandasi dengan empat hal yang pokok yaitu:

  1. Sebagai bagian untuk melaksanakan amanat.
  2. Sebagai bagian untuk menegakkan hukum dengan adil.
  3. Tetap dalam koridor taat kepada Allah, Rasu-Nya, dan ulil amri.
  4. Selalu berusaha kembali kepada Al-quran dan Sunnah Nabi SAW.


Pada bagian yang kedua, Islam memberi kontribusi bagaimana seharusnya memilih dan mengangkat seorang yang akan diberi amanah untuk memegang kekuasaan politik. Yaitu orang tersebut haruslah:

  1. Seorang yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur. 
  2. Seorang yang dapat dipercaya.
  3. Seorang memiliki keterampilan dalam komunikasi.
  4. Seorang yang cerdas.
  5. Yang paling penting Anda seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan.

Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara individual. Sifat sosial pada hakikatnya adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT agar manusia dapat menjalani hidupnya dengan baik. Dalam faktanya manusia memiliki banyak perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya, di samping tentunya sejumlah persamaan. Perbedaan tersebut kalau tidak dikelola dengan baik tentu akan menimbulkan konflik dan perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari kenyataan tersebut perlu dicari sebuah cara untuk dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pendekatan terbaik untuk melakukan tersebut adalah melalui agama. Secara normatif agama Islam lebih khusus Al-quran banyak memberi tuntunan dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Beberapa prinsip yang diajarkan Al-quran untuk tujuan tersebut antara lain:

  1. Prinsip persatuan dan persaudaraan.
  2. Prinsip persamaan.
  3. Prinsip kebebasan.
  4. Prinsip tolong-menolong.
  5. Prinsip perdamaian.
  6. Prinsip musyawarah.

-------------------------------------

DISKUSI 7
Selasa, 10 Oktober 2017, 07:39

Coba Anda jelaskankontribusi agama Islam dalam kehidupan politik khususnya menyangkut prinsip-prinsip kekuasaan politik cukupbanyak?

Rambu-rambu Diskusi.

Untuk menjawab pertanyaan ini Anda harus memulainya dari menjelaskan tentang prinsip-prinsip kekuasaan politik yang diajarkan oleh Islam. Jangan lupa poin-poin penting yang mesti Anda jelaskan. Kemudian sertakan dengan dukungan ayat yang dapat Anda ingat minimal nama surat dan ayatnya dengan pengertian yang bersifat global.

JAWABAN
Kontribusi agama Islam dalam kehidupan politik khususnya menyangkut prinsip-prinsip kekuasaan politik, Agama dalam hal ini adalah Islam, merupakan alat atau seperangkat aturan dan ajaran yang salah satunya bertujuan mewujudkan persatuan dan kesatuan di tengah banyaknya perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain yang secara naluriah tidak bisa hidup secara individual. Dalam Islam, Al-Qur’an merupakan pedoman pertama bagi manusia setelah yang keduanya Hadits, yang merupakan sumber hukum pertama bagi manusia dimaksudkan untuk menjadi tuntunan.
Beberapa prinsip yang diajarkan Al-quran untuk tujuan tersebut antara lain:
1.       Prinsip persatuan dan persaudaraan.
2.       Prinsip persamaan.
3.       Prinsip kebebasan.
4.       Prinsip tolong-menolong.
5.       Prinsip perdamaian.
6.       Prinsip musyawarah.
Salah satu ayat Al-Quran yang berkaitan langsung dengan prinsip – prinsip dasar kekuasaan politik terdapat dalam surat QS : An-Nisaa’ ayat 58 dan 59,
اِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّواالْاَمَنَتِ اِلَى اَهْلِهَا وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْابِالْعَدْلِ اِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ اِنَّاللَهَ كَانَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا (٥٨) يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْااَطِيْعُوااللَّهَ وَاَطِيْعُواالرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِمِنْكُمْ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللَّهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْ مِنُوْنَ بِااللَّهِ وَالْيَوْمِ الْاَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌوَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا(٥٩)
Artinya : (58) Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pelajaran kapadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (59) Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudia. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Dalam kehidupan politik, secara lebih khusus Al-quran mengajarkan harus dilandasi dengan empat hal yang pokok yaitu:

1. Sebagai bagian untuk melaksanakan amanat.
Amanat merupakan sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila saatnya tiba atau bila diminta oleh pemiliknya. Amanat tersebut meliputi amanat antara manusia dengan Allah SWT, Manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan lingkungannya, serta manusia dengan dirinya sendiri  Amanat adalah sendi utama dalam berinteraksi social terutama dalam bidang kekuasaan politik. Bagi pemegang kekuasaan politik telah diperintahkan untuk menunaikan amanat berupa usaha mencerdaskan rakyat dan membangun mental dan spiritual.

كَمَا اَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلًامِّنْكُمْ يَتْلُوْاعَلَيْكُمْ اَيَتِنَا وَيُزَكِّيْكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَبَ وَالْحِكْمَتَ وَيُعَلِمُكُمْ مَّالَمْ تَكُوْنُوْاتَعْلَمُوْنَ (١٥١)
Artinya : Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui. (QS.Al-Baqarah:151)

2. Sebagai bagian untuk menegakkan hukum dengan adil.
Hukum merupakan peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan penguasa atau pemerintah untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.  Salah satu sumber hukum yang berpengaruh adalah agama. Suatu sistem politik tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik dan tidak akan membawa kemaslahatan bersama apabila tidak didukung oleh hukum yang baik dan juga penerapan hukum yang adil dan konsisten.

اِنَّا اَنْزَلْنَا اِلَيْكَ الْكِتَبَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّا سِ بِمَا اَرَ ىكَ اللَّهُ وَلَاتَكُنْ لِّلْخَا ئِنِيْنَ خَصِيْمًا (١.٥)
Artinya : Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat. (QS.An-Nisa’:105)

3. Tetap dalam koridor taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri.
Ulil Amri adalah orang atau sekelompok orang yang mendapatkan tugas untuk mengurusi urusan – urusan kaum muslimin baik menyangkut masalah ibadah, pendidikan, social, ekonomi, bahkan termasuk urusan hubungan luar negeri dan juga pemimpin perang. Tetap dalam koridor taat pada Allah dan Rasulnya berarti apa yang dilakukan sudah jelas bahwa harus berdasar Al-Qur’an dan Hadist, sedangkan Ulil Amri bertugas sebagai fasilitator agar umat dapat menjalankan dengan sebaik – baiknya. Sedangkan yang boleh diatur oleh Ulil Amri hanyalah hal – hal atau urusan yang belum ditur secara jelas oleh Al-Qur”an dan As-Sunah.

4. Selalu berusaha kembali kepada Al-quran dan Sunnah Nabi SAW.
Al-Qur’an dan Hadist hanya memuat ketentuan – ketentuan pokok bagi kehidupan manusia.  Setiap permasalahan yang dihadapi terkadang belum ada pemecahannya dalam kedua sumber suci tersebut. Oleh sebab itu terkadang menimbulkan perbedaan pendapat, tetapi apapun pendapat atau keputusan yang diambil haruslah berpulang pada Al-Quran dan Hadist sebagai sumber utama.

...اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَدِيْنًا ...(٣)
Artinya : ... Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu... (QS.Al-Maidah:3)

Islam memberi kontribusi bagaimana seharusnya memilih dan mengangkat seorang yang akan diberi amanah untuk memegang kekuasaan politik. Yaitu orang tersebut haruslah:
1. Seorang yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur.
2. Seorang yang dapat dipercaya.
3. Seorang memiliki keterampilan dalam komunikasi.
4. Seorang yang cerdas.
5. Yang paling penting Anda seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan.

-----------------------------------
TUGAS 3 PAI
1)Jelaskan pandangan saudara tentang kontribusi agama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa!
2)Di antara prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Al-quran untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa adalah prinsip persamaan, persatuan dan tolong-menolong. Jelaskan maksud masing-masing prinsip tersebut!
3)Musyawarah adalah salah satu cara yang sangat dianjurkan oleh agama Islam dalam memecahkan masalah yang timbul dalam masyarakat. Bagaimana pandangan Islam tentang musyawarah dan apa kaitannya dengan usaha mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa?
Rambu-rambu Jawaban Tugas 3
1)Untuk menjawab soal nomor 1 Anda harus lebih teliti ketika membaca bahan ajar pada Kegiatan Belajar 1, khususnya di bagian awal. Anda dituntut untuk dapat menyerap maksud dan pokok-pokok pikiran yang ada dalam tulisan tersebut kemudian Anda coba untuk memformulasikan dalam kalimat yang baik seperti yang Anda pahami.
2)Sedangkan dalam soal nomor dua soalnya cukup jelas dan saya kira mudah untuk dipahami. Yang harus Anda lakukan hanyalah membaca kembali poin-poin di atas dan akan lebih baik setiap Anda menjelaskan pengertian prinsip-prinsip tersebut sertakan pula dalil-dalil Al-quran.
3)Dalam soal yang ketiga ini khusus prinsip musyawarah harus Anda pahami. Cara menjawabnya Anda dapat memulainya dari menjelaskan pengertian musyawarah dari segi bahasa, kemudian menurut istilah dan teruskan dengan menjelaskan tentang arti penting musyawarah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang baik untuk dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan.

JAWABAN

“Jawaban nomor 1”
Al-Quran menggambarkan persatuan dari berbagai sisi.
Pertama, Al-Quran mengisyaratkan bahwa kecenderungan untuk bersatu, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia. Sejak umat pertama tercipta dan menghuni dunia, saat itu pula keinginan untuk bersatu muncul. Manusia, dengan tujuan untuk melangsungkan kehidupan serta mengurangi berbagai kesulitan, saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Tetapi, karena berbagai faktor terjadilah pertikaian dan peperangan.
Kedua, Al-Quran menjelaskan bahwa salah satu tugas kenabian adalah meluruskan perselisihan yang terjadi di tengah umat serta mengembalikannya kepada seruan Al-Quran.
Ketiga, Quran menyebutkan tentang dampak dan pengaruh persatuan. Misalnya, dengan persatuan, umat Islam akan mencapai kemenangan serta kemuliaan. Selain itu, masih banyak sisi-sisi lainnya yang dijelaskan dalam Al-Quran. Dengan terciptanya persatuan maka kemenangan dan kemuliaan umat Islam akan tercipta sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Quran.
Al-quran mengajarkan bahwa kehidupan politik harus dilandasi dengan empat hal yang pokok, yaitu:
1.         Sebagai bagian untuk melaksanakan amanat.
Surat an- Nisa ayat 58
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَنَتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apa bila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha mendengar, Maha Melihat”.

2.         Sebagai bagian untuk menegakkan hukum dengan adil.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Nisâ` ayat 135 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.


3.         Tetap dalam koridor taat kepada Allah, Rasu-Nya, dan ulil amri.
Surat An Nisa': 59
 Ulil amri adalah para Imam dari Ahlul bait (as)
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا اَطِيْعُوا اللَّهَ وَ اَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَ اُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan).”(QS. An Nisa’: 59)

4.         Selalu berusaha kembali kepada Al-quran dan Sunnah Nabi SAW.
يَاَهْلَ الْكِتَبِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلُنَا يَبَيِّنُ لَكُمْ كَشِيْرًا مِّمَّا كُنْتُمْ تَخْفُوْنَ مِنْ الْكِتَبِ وَيَعْفُوْاعَنْ كَشِيْرٍ قَدْ جَاءَكُمْ مِّنَ اللَّهِ نُوْرٌوَّ كِتَبٌمُّبِيْنٌ
Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula) yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. (Q.S An-Nisa’:15).
يَّهْدِيْ بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَمِ وَيُخْرِ جُهُمْ مِّنَ الظُّلُمَتِ اِلَى النُّوْرِبِاِذْنِهِ وَيَهْدِيْهِمْ اِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitan itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus. (Q.S An-Nisa’:16)
Islam memberi kontribusi bagaimana seharusnya memilih dan mengangkat seseorang yang akan diberi amanah untuk memegang kekuasaan politik. Orang tersebut haruslah :
1.         Seorang yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur.
2.         Seorang yang dapat dipercaya.
3.         Seorang memiliki keterampilan dalam komunikasi.
4.         Seorang yang cerdas.
5.         Yang paling penting Anda seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan.

Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara individual. Sifat sosial pada hakikatnya adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT agar manusia dapat menjalani hidupnya dengan baik. Dalam faktanya manusia memiliki banyak perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya, di samping tentunya sejumlah persamaan. Perbedaan tersebut kalau tidak dikelola dengan baik tentu akan menimbulkan konflik dan perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari kenyataan tersebut perlu dicari sebuah cara untuk dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pendekatan terbaik untuk melakukan tersebut adalah melalui agama. Secara normatif agama Islam lebih khusus Al-quran banyak memberi tuntunan dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan.


“Jawaban nomor 2”
Prinsip persamaan.
Ayat di dibawah ini secara gamblang mendeskripsikan proses kejadian manusia. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari pasangan laki-laki dan perempuan. Kemudian dari pasangan tersebut lahir pasangan-pasangan lainnya.
Dengan demikian, pada hakekatnya, manusia itu adalah “satu keluarga”. Proses penciptaan yang “seragam” itu merupakan bukti bahwa pada dasarnya semua manusia adalah sama. Karena itu, manusia memiliki kedudukan yang sama.
يَاَيُّهَاالنَّسُ اِنَّا خَلَقْكُمْ مِّنْ ذَكَرٍوَّاُنْثَى وَجَعَلْنَكُمْ شَعُوْبًاوَّقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللَّهِ اَتْقَكُمْ اِنِّ اللَّهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti. ” (QS. Al-Hujarat/49:13)

Prinsip persatuan dan persaudaraan.
Al-Quran menggambarkan persatuan dari berbagai sisi.
Pertama, Al-Quran mengisyaratkan bahwa kecenderungan untuk bersatu, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia. Sejak umat pertama tercipta dan menghuni dunia, saat itu pula keinginan untuk bersatu muncul. Manusia, dengan tujuan untuk melangsungkan kehidupan serta mengurangi berbagai kesulitan, saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Tetapi, karena berbagai faktor terjadilah pertikaian dan peperangan.
Kedua, Al-Quran menjelaskan bahwa salah satu tugas kenabian adalah meluruskan perselisihan yang terjadi di tengah umat serta mengembalikannya kepada seruan Al-Quran.
Ketiga, Al-Quran menyebutkan tentang dampak dan pengaruh persatuan. Misalnya, dengan persatuan, umat Islam akan mencapai kemenangan serta kemuliaan. Selain itu, masih banyak sisi-sisi lainnya yang dijelaskan dalam Al-Quran. Dengan terciptanya persatuan maka kemenangan dan kemuliaan umat Islam akan tercipta sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Quran. Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan persatuan, sebab ancaman yang akan menghancurkan umat Islam sudah didepan mata.

Prinsip tolong-menolong
Diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Dunia ini hanya untuk empat golongan manusia: (satu di antaranya) hamba Allah yang mendapat harta dan ilmu, lalu ia bertakwa kepada Allah dalam mengelola hartanya tersebut, dan menyambung silaturahim, dan ia sadar bahwa hartanya itu adalah hak Allah. Itulah kedudukan yang paling baik (bagi seorang hamba Allah).”
Islam mengajarkan bahwa harta dan kekayaan mengandung fungsi sosial dan merupakan sumber kehidupan bagi anggota masyarakat lainnya. Dalam rangka menegakkan dasar-dasar kehidupan bersama serta mewujudkan tatanan sosial dan ekonomi berkeadilan, maka sangat diperlukan semangat tolong-menolong di antara seluruh lapisan masyarakat. Pujangga Islam Al Hamid Al Khatib berkata, ”Persaudaraan dalam Islam takkan berdiri kecuali dengan jalan tolong-menolong.”
Tolong-menolong yang dimaksud di sini tiada lain dalam konteks kebaikan dan ketakwaan kepada Tuhan. Sebaliknya, Islam melarang tolong-menolong yang menjurus kepada dosa dan permusuhan. Guru besar Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Sayid Sabiq, ketika menjelaskan makna ayat Alquran surat Al-Hujurat ayat 10
اِنَّمَاالْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْابَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوااللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”
Antara lain menulis, ”Arti persaudaraan di sini, yang kuat melindungi yang lemah, yang kaya bersedia membantu yang miskin. Tidak ada arti lain bagi persaudaraan yang dimaksudkan oleh Islam kecuali dengan kriteria di atas.” (Anashirul Quwwah Fil Islam).
Dalam kaitan ini Islam menekankan pentingnya perbuatan kedermawanan atau filantropi, yaitu kewajiban menunaikan zakat, sedekah sunah, infak, wakaf, hibah, hadiah, serta wasiat. Infak, sedekah, dan zakat saling terkait satu sama lain. Infak secara umum artinya pengeluaran. Ini adalah konsep besarnya. Infak terbagi dua, yaitu infak wajib, terdiri atas nafkah keluarga dan zakat, dan infak sunat, yaitu sedekah.
Dalam surat Al-Baqarah, kewajiban menafkahkan harta di jalan kebajikan dinyatakan setelah penegasan kebenaran Alquran, keimanan kepada Allah dalam kegaiban, kewajiban menegakkan shalat, dan diteruskan.
وَمِمَّارَزَقْنَهُمْ يُنْفِقُوْنَ
 ”Dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Al-Baqarah: 3).
Allah SWT berfirman,
وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَاُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
”Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyar: 9)
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai sedekah yang paling utama, Rasulullah menjawab, ”Sedekah yang paling utama ialah sedekah yang engkau berikan dalam keadaan sehat dan memerlukan harta, dan ketika engkau khawatir jatuh miskin dan bercita-cita menjadi kaya.”

“Jawaban nomor 3”
Ketika menghadapi perang Badar, Rasul bermusyawarah dengan kaum Muhajirin dan Anshar, setelah sepakat barulah Beliau dan pengikutnya menuju ke medan perang. Setelah tiba di medan perang timbul musyawarah kedua. Para sahabat semua tahu bahwa hal-hal yang berhubungan dengan ibadah murni mereka akan taat dan patuh kepada perintah Rasullullah, namun sebaliknya terhadap perintah yang bukan bersifat ibadah murni seperti “siasat perang” misalnya mereka akan balik bertanya kepada Rasul. Demikian yang dilakukan oleh Al Habbab Bin Al Munzir, ketika Rasullullah memerintahkan berhenti para pasukan pada tempat yang jauh dari sumber air. Lalu Habbab bertanya kepada Rasul: “Apakah perintah berhenti di tempat ini datang dari Allah SWT yang tidak mungkin kami bantah atau perintah ini hanyalah pendapat pribadi dalam rangka berperang dan siasat. Rasul menjawab: ini semata-mata pendapat pribadi. Habbab berkata lagi: Kalau begitu ya Rasullullah tempat ini tidak pantas sebagai tempat berhenti pasukan, lebih baik kita berhenti yang dekat dengan sumber air sebelum diduduki musuh. Rasul menjawab, pendapat Habbab sangat tepat, lalu Rasul memerintahkan seluruh pasukan untu berpindah ke tempat yang ditunjuk Habbab al Munzir.
Setelah perang Badar usai dan mendapat kemenangan yang mampu menawan pasukan musuh sebanyak 70 orang, Rasul bermusyawarah dengan para sahabat tentang perlakuan terhadap para tawanan dengan pilihan; dibebaskan semuanya, dibunuh semuanya atau diberikan kebebasan untuk menebus diri mereka. Tegasnya seluruh perintah yang bukan wahyu dan yang menyangkut kepentingan orang banyak Rasul berpesan: “Antum `alamu bi umuri dunyakum” (Kamu lebih mengetahui tentang urusan dunia kamu).
Pelaksanan hasil musyawarah pula dalam Alquran Allah berfirman: “Dan bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu, maka apabila telah bulat hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.” Dengan perkataan lain bahwa apabila keputusan hasil musyawarah telah disepakati maka dengan ketetapan hati keputusan itu harus dilaksanakan dengan menyerahkan diri kepada Allah. Ironinya dalam kehidupan kita meski keputusan telah diambil dengan kesepakatan bersama, namun tak jarang hasilnya tidak berani dijalankan. Hal ini persis seperti musyawarah tikus untuk mengetahui kedatangan kucing-musyawarah itu digelar dengan satu kata putus yaitu dengan cara mengikat lonceng di leher kucing. Namun ketika hasil musyawarah ini hendak dijalankan tidak seekor pun para tikus yang bersedia mengikat lonceng di leher sang kucing, tentunya sebuah keputusan yang sia-sia.
Untuk mempertegas ayat di atas, kita ikuti musyawarah Rasullullah dalam menghadapi perang Uhud. Rasul bermusyawarah dengan segenap pasukan muslim untuk menetapkan apakah musuh dihadapi dalam kota atau diluar kota. Rasul pribadi dan sebagian para sahabat berpendapat sebaiknya musuh dihadapi di dalam kota. Sebaliknya sebagian yang lain dan kebanyakan suara dari kalangan para pemuda berpendapat supaya musuh dihadapi di luar kota, pendapat ini didukung oleh massa terbanyak. Akhirnya Rasul memutuskan untuk melawan musuh di luar kota. Sesudah Rasul memakai pakaian perang para pemuda yang membuat usul untuk menghadapi musuh di luar kota mencabut usulnya dan mendukung pendapat Rasul yaitu berperang di dalam kota dengan mempergunakan segala sumber daya yang ada, fasilitas kota yang istilah sekarang sering disebut dengan istilah “perang semesta”. Hal itu ditolak Rasul dengan mengatakan: “Tidak layak bagi seorang Nabi apabila telah memakai pakaian perang lalu menanggalkannya kembali sebelum Allah memberi putusan antara diri dan musuhnya. Perhatikanlah apa yang saya perintahkan kepadamu dan turutilah dia dan kemenangan pasti berpihak kepadamu selama kamu tetap sabar”.

Semua kita wajib melaksanakan semua ketetapan yang telah diputuskan apa pun risikonya. Intinya adalah syura telah menjadi dasar utama dalam pemerintahan sebuah negara, inilah dasar politik pemerintahan dan masyarakat dalam perang dan damai. Dalam Surat Asy-Syura ayat 38 Allah berfirman:
وَالَّذِيْنَ اسْتَجَا بُوْالِرَبِّهِمْ وَاَقَامُواالصَّلَوةَ وَاَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَهُمْ يُنْفِقُوْنَ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka” (Q.S Asy-Syura:38)
Ayat ini memberi gambaran bahwa musyawarah pasti timbul dengan adanya jamaah. Setiap muslim wajib menjunjung tinggi panggilan Tuhannya lalu mengerjakan shalat bersama-sama. Mengerjakan shalat berjamaah harus selalu diawali dengan musyawarah, terutama dalam menetapkan imam yang memimpin shalat berjamaah, dan dengan sabar para jamaah mau menginfaqkan hartanya untuk kemashlahatan.
Waktu di Mekkah kaum Muslim merupakan kelompok kecil, maka timbullah musyawarah dalam skala kecil, dan setelah di Madinah, umat Islam telah berubah menjadi kelompok besar, maka timbullah musyawarah dalam skala besar, masyarakat yang masih terbatas dalam kota Madinah musyawarah dilaksanakan dalam Masjid Rasul. Rasul menganjurkan untuk terus bermusyawarah-sampai kepada masyarakat paling kecil sekalipun seperti sekelompok orang melakukan perjalanan untuk mengangkat seorang amir atau ketua rombongan dengan musyawarah. Demikian pula dengan Khalifah setelah Rasullullah mengangkat amir atau wali di wilayah Islam dengan kewajiban antara lain menghidupkan kembali sistem aturan musyawarah ini.
Pertumbuhan dan perkembangan musyawarah Islam hampir sama dengan pertumbuhan demokrasi di kota-kota Yunani kuno di mana pemungutan suara dilakukan secara langsung kemudian demokrasi itupun berkembang sesuai zaman dan tempat, ruang dan waktu. Yang sangat penting perlu diketahui bahwa Rasul tidak meninggalkan wasiat yang rinci tentang sistem dan cara menyusun serta melaksanakan demokrasi itu. Padahal dengan ilham Allah Rasul telah mengetahui sepeninggal beliau Islam akan berkembang ke segenap penjuru dunia. Allah dan Rasulnya tidak mengikat kita dengan salah satu sistem demokrasi yang ada, karena sistem ini akan berkembang dan terus berubah. Sebagai bahan perbandingan, bahwa Rasullullah SAW dalam bermusyawarah telah memakai Menteri utama yaitu Abubakar dan Umar Bin Ibn Khattab dan Menteri utama tingkat dua yaitu usman Ibn Affan dan Ali  Bin Abi Thalib--kemudian ada Menteri berenam: Saad bin Abi Waqqas, Abu Ubaidah, Zubair bin Awwan, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman Bin Auf dan Said bin Al-ash.
Dengan demikian, karena Islam tidak mengikat dengan salah satu sistem demokrasi maka masing-masing masyarakat Muslim bebas memilih sistem apa yang paling sesuai dengan masyarakatnya.
Hal itu adalah musyawarah yang dibuat oleh manusia, untuk bermusyawarah dalam system pemerintahannya dengan dirinya sendiri, sedangkan musyawarah dalam Islam adalah tukar pendapat antara orang-orang yang mempunyai pemikiran yang cerdas dari ahlul halli wal aqdi,  untuk sampai pada keputusan terbaik dalam menerapkan hukum Allah atas manusia. Oleh karena itu masyarakat dalam Islam sangat mulia, karena ia adalah perintah Allah, tidak boleh bagi penguasa menghapusnya untuk memaksakan kekuasaannya pada manusia.
Sedangkan dalam Negara yang menggunakan undang-undang buatan manusia, seorang penguasa boleh membekukan konstitusi, dan memberlakukan hukum darurat dengan alasan keamanan, disinilah terjadi sikap otoriter dan kezaliman.
Oleh karena musyawarah dalam Islam bersumber dari Tuhan, maka pemimpin muslim yang bertakwa tidak akan merasa gusar jika mendengar kritikan dari rakyat yang mana saja, ia akan menerimanya dengan lapang dada dan menjawabnya dengan kebesarah jiwa, sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Khattab kepada seorang wanita yang membantahnya dalam masalah pembatasan Mahar: "Umar salah dan wanita ini benar"
Pentingnya masalah musyawarah dalam pandangan Islam sehingga satu di antara 114 surat dalam Al-Quran bernama “Assyura” artinya musyawarah. Surat Assyura bersifat Makkiyah artinya Surat ini diturunkan di Mekkah ketika kaum muslimin masih merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah kesombongan kaum musyrikin Quraisy yang mayoritas.


Comments